Aku (Matahari) dan Kamu (Bulan) diciptakan bersama.
Tapi tidak ditakdirkan
bersatu. Karena itu lebih baik bagi Dunia (Bumi).
Menungggumu berabad
waktu adalah siksa.
Namun percayalah tiada
yang lebih indah saat jumpa,
ketika Aku dan Kamu menjadi Kita [Gerhana].
Tiga ratus lima puluh tahun adalah
waktu yang begitu lama untuk menunggu sebuah moment terulang kembali pada
tempat yang sama. Karena itu, saya tidak ingin melewatkan kesempatan yang
mungkin hanya bisa saya lihat sekali seumur hidup saya, yaitu Gerhana Matahari Total
yang terjadi tepatnya Rabu 9 Maret 2016.
Berangkat pukul 05.00 pagi, meluncurlah saya ke Planetarium (Taman Ismail
Marzuki), dimana disana adalah salah satu tempat di Jakarta yang mengadakan
acara untuk melihat peristiwa langka tersebut secara bersama. Setengah jam
kemudian saya sampai dan suasana di Planetarium sudah ramai seperti pasar
malam. Pihak Planetarium sudah menyiapkan kaca mata gratis khusus untuk melihat
gerhana matahari, karena memang tidak disarankan untuk melihatnya dengan mata secara
langsung. Saya kemudian bergabung dengan antrian kaca mata yang sudah panjang
melingkar-lingkar seperti ular, dan bertemulah saya dengan teman saya yang
bernama Ulfa. Baru sekitar sepuluh menit mengantri, petugas mengumumkan kaca
matanya sudah habiiiiis..!! Wooww.. 4.700
kaca mata yang dibagikan sudah habis, kebayang kan orang-orang pada kesini jam
berapa. Ternyata mereka ada yang sudah mengantri dari pukul 03:00 pagi, padahal
loketnya dibuka pukul 04:30. Yaa.. nasib tidak mendapat kaca mata, padahal saya
pengen sekali punya kaca mata itu. Kata teman saya, pakai kaca mata kuda,
haha.. (tidak ada ide yang lebih baik kah..).
|
Suasana halaman depan Planetarium |
|
|
|
|
Salah satu teleskop di halaman depan Planetarium |
Seperti ratusan pengunjung
lainnya yang tidak mendapat kaca mata, akhirnya kita berdua menyingkir ke
pinggir dan mencari spot yang bagus untuk bisa melihat gerhana matahari. Dari info
petugas, kita mendengar ada 8 teleskop yang disediakan pihak Planetarium dan
disebar di beberapa titik. Mendapat pencerahan, kita bergegas untuk mencari
teleskop karena waktu sudah hampir pukul 06:00. Kita pun menuju teleskop yang
berada di halaman depan sembari berharap ada kaca mata yang jatuh (nggak
mungkin ya.. hihi..). Suasana di halaman depan sangat ramai karena hampir tiga
perempat dari seluruh pengunjung yang hadir kini mengumpul disana. Kita
mendekati teleskop yang berada di samping layar yang disediakan untuk pengunjung
yang ingin melihat dari layar. Ketika kita sedang berdiri disitu, ada pihak televisi
yang sedang mewawancarai beberapa pengunjung dan saya sempat mendengar ada
salah satu pengunjung yang datang dari Tapanuli (niat banget..hehe). Merasa halaman
depan kurang strategis karena mataharinya terhalang gedung maka saya dan Ulfa
memutuskan untuk pindah ke halaman belakang. Ada beberapa teleskop juga yang
ditempatkan di sana. Kita pun beranjak menuju ke halaman belakang sambil masih
berharap ada kaca mata yang jatuh (masih aja..haha).
|
Suasana halaman belakang Planetarium |
|
Pengunjung mencari posisi untuk melihat gerhana matahari |
Halaman belakang ternyata cukup
padat juga dengan pengunjung . Berita bagusnya, mataharinya kelihatan lebih jelas daripada di halaman depan. Oke, cari posisi.
Kita menyusup diantara kerumunan dan menuju salah satu teleskop di sisi kiri.
Posisi teleskop sangat strategis dan menghadap matahari langsung. Yee.. akhirnya
pencarian berakhir. Dengan senang hati kita berhenti berharap pada kaca mata, lupakan, bye..bye
kaca mata. Tuhan sudah memberi yang lebih baik jreng..jreeng !! Teleskop.
|
Salah satu teleskop di halaman belakang Planetarium |
|
Menunggu gerhana matahari mulai |
Ini pertama kalinya saya melihat
objek langit menggunakan teleskop. Ada petugas wanita yang menyetel teleskop
agar posisinya tepat untuk melihat gerhana. Lucunya ada ibu-ibu yang kesal dan
protes kenapa yang memakai teleskop mbak itu terus, kemudian saya dan Ulfa
tertawa sendiri, pastilah ibu itu tidak tahu kalau mbak itu adalah petugas teleskopnya..
ya iyalaahh.. krik krikk.. mari kita antri. Berhubung pengunjung di sekitar
teleskop sudah banyak yang punya kaca mata jadinya saya bisa berkesempatan
untuk memakai teleskop beberapa kali, dari saat awal matahari tertutup sedikit
sampai setengahnya. Beberapa lama kemudian, tiba-tiba langit berubah muram seperti
mendung akan hujan. Itulah saat puncak gerhana matahari yang mencapai hampir
delapan puluh persen sekitar pukul 07:25. Hembusan angin yang lewat dan suasana
yang terasa dingin lumayan membuat merinding juga, jadi mengingatkan akan hari
akhir.. Astaghfirullah.. Kalau di daerah yang terkena gerhana matahari total
pasti lebih gelap dan terasa lebih seram. Subhanallah.. Maha Besar Allah yang
berkuasa atas segala sesuatu.
|
Spot melihat gerhana matahari, matahari cerah sekali |
|
Posisi teleskop berada tepat di depan matahari |
Karena penasaran, kita kemudian
meminjam kaca kepada mata mas-mas di sekitar kita (jangan tanya kenapa kita
pinjam kaca mata ke mas-mas bukan mbak-mbak hehe..). Untung mereka pada mau berbagi
kaca mata jadinya kita berasa mendapat keberuntungan ganda, sudah melihat pakai
teleskop, bisa melihat pakai kaca mata juga. Dengan memakai kaca mata terlihat
mataharinya sekarang sudah tertutup hampir tiga perempatnya, seperti bulan
sabit. Tapi memang jauh berbeda jika dilihat dengan teleskop, tentu lebih jelas
hasilnya. Gerhana matahari di Jakarta
memang gerhana matahari partial, tidak seperti gerhana matahari total yang bisa
diamati dari beberapa kota di Indonesia. Walaupun matahari disini tidak
tertutup seluruhnya tapi saya sudah puas bisa menyaksikannya sendiri. Beruntung
juga bisa dapat photo gerhana matahari dari teleskop. Euphoria warga yang
antusias melihat moment langka ini
begitu terasa. Saat pulang saya tidak habis pikir kenapa tidak ada satu
pun orang yang membuang kaca matanya yaa.. padahal kan tidak akan juga dipakai
lagi, masak mau disimpan semua (haha.. cinta kaca mata bersemi kembali).
|
Penampakan gerhana matahari dari teleskop |
|
Photo gerhana matahari dari teleskop |
|
Matahari terlihat seperti bulan sabit |
Inilah gerhana matahari ,
peristiwa langka yang sekarang sudah banyak diabadikan orang. Tidak seperti
jaman dulu dimana kalau ada gerhana matahari kita dilarang keluar rumah karena katanya
ada raksasa yang sedang menelan matahari. Menanti gerhana matahari memang harus sabar
karena yang sabar itu akhirnya lebih indah (ceileeehh…). Apalah artinya
perpisahan jika sudah pasti akan dipertemukan, tentunya pada tempat dan waktu
yang tepat (hemm..). Masih beruntung kita dipertemukan dengan matahari setiap
hari. Bayangkan jika tidak ada matahari, maka tidak akan ada kehidupan. Masih
beruntung juga kita bisa melihat, karena ada banyak orang yang diambil penglihatannya.
Masih beruntunglah yang hanya diambil penglihatannya, karena ada orang lain
lagi yang hanya bisa bernafas tapi terbaring tak berdaya. Masih beruntung pula orang
yang bisa bernafas dan ingin hidup, karena ada orang yang hidup tapi berasa
mati. Maka jangan sekali-kali saat masih hidup malah meminta untuk diambil
nyawanya, karena ada orang yang begitu besar keinginannya untuk hidup tapi
tidak bisa melawan kuasa Allah. Jangankan seperti matahari yang menunggu tiga
ratus lima puluh tahun untuk bertemu bulan, mungkin saja Allah tidak akan
mempertemukan kita dengan tahun depan, bisa juga bulan depan, minggu depan,
besok, bahkan mungkin dalam beberapa jam ke depan. Wallahu alam.. bersyukur..
bersyukur.. bersyukur….
|
Gerhana matahari partial |
|
Walau Aku (Matahari) hanya
bisa hadir siang
dan Kau (Bulan) hanya dapat datang malam,
Tetaplah bersinar,
bersama Kita bergantian menerangi dunia.
Membuka pagi , menjadi
esok bagi harapan dan
Menutup sore, menjadi masa
lalu bagi kekecewaan.
Sampai nanti .. sampai Kita
berjumpa lagi.
(Rendezvous__ sebuah pertemuan)