Wednesday, September 14, 2016

Kencan Istimewaku Setiap Hari Sabtu

“Cinta adalah perbuatan, kata-kata dan tulisan indah adalah hiasan”. Aku sering mendengar kalimat itu. Mungkin kamu juga pernah. Namun, baru sekarang aku merasakan kebenaran dari kalimat itu. Bagaimana sebuah perbuatan bisa menjadi lebih indah dari rangkaian kata-kata dan tulisan? Karena perbuatan adalah nyata, wujud dari cinta yang sesungguhnya. 

Akhir pekan adalah waktu yang selalu dinantikan bagi semua orang untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai, terutama bagi yang sudah lelah bekerja selama seminggu. Seperti yang lainnya, aku juga punya janji istimewa setiap hari Sabtu. Menghabiskan waktu dengan orang-orang yang aku sayangi. Pasti menyenangkan, berada di tempat yang istimewa pada waktu yang istimewa dan bersama orang yang istimewa. Jadi pergilah aku kesana, ke sebuah tempat dimana aku menemukan banyak cinta, Kota Tua.

Sabtu bersama teman kencan istimewaku
Hidup adalah tentang pilihan-pilihan dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang sudah kita ambil. Kalau hanya sekedar memilih pasti semua orang bisa melakukannya. Tapi, memenuhi konsekuensi dari pilihan butuh kerja keras kita sehingga kelak kita bisa menikmati hasil manis kehidupan tanpa pernah menyesali apa yang telah kita pilih. Dan salah satu pilihanku adalah berbahagia dengan mereka. Anak-anak yang membutuhkan banyak cinta sekaligus memberikan banyak cinta. Melangkahkan kakiku kesana adalah kebahagiaan. Setiap senyum mereka mengisi ruang hatiku dan setiap tawa mereka akan memenuhi memory indah di kepalaku. Aku dan teman-temanku membagi ilmu pengetahuan kepada mereka dan mereka membagi begitu banyak hal kepada kami. Walaupun kadang kewalahan karena kekurangan pengajar namun semangat mereka akan menegakkan kembali semangat kami. Keberadaan kami bukanlah hal istimewa namun keberadaan mereka membuat kami memahami lebih banyak keistimewaan hidup yang harus disyukuri. 

Belajar bersama anak-anak jalanan di Kota Tua, Jakarta

Tetap semangat belajar walau dalam keterbatasan
Dua hari libur setiap akhir pekan rasanya tidak cukup. Apalagi jika banyak acara bersamaan. Seperti hari itu, selain sudah ada janji ke dokter gigi paginya, aku juga tidak bisa menghadiri kopdar kubbu (klub buku dan blogger) karena banyak kakak pengajar yang tidak datang hari itu sehingga aku tidak bisa meninggalkan mereka. Semoga  kopdar kubbu selanjutnya lebih pagi atau diadakan pada hari Minggu karena aku juga suka kegiatan itu. Sebenarnya aku ingin datang ke kopdar kubbu tapi aku rasa anak-anak itu lebih membutuhkan aku disana. Aku tidak menyebutnya kewajiban karena aku tidak wajib datang kesana, tapi nuraniku mengatakan itu tugas dan amanat yang lebih baik aku kerjakan. Aku selalu mengingat nasehat seseorang kepadaku, “ Semangat terus berbagi ya. Masih banyak yang menunggu kita di luar sana. Meskipun bukan hal besar yang bisa kita lakukan tapi minimal kita sudah mau melangkahkan kaki melihat  dan menyentuh mereka dengan cinta kasih yang tulus “. Jadi jangan pernah khawatir, meskipun kita tidak punya banyak harta,  kita bisa berbagi apa saja yang kita punya. Siapa tahu nanti bertemu dengan orang yang bisa berbagi hidup dengan kita, eaaaa…

Berbagi cerita dan mendengarkan tutur polos mereka

Berbagi tawa dan banyak kelucuan lainnya

Sahabat kecil yang selalu menyemangati jiwa
Cinta adalah perbuatan. “ Kerjakanlah apa yang kamu cintai dan cintailah apa saja yang kamu kerjakan. Temukan sebanyak mungkin hal yang bisa kamu jadikan alasan untuk mencintai kehidupan “. Itulah kencan istimewaku setiap hari Sabtu. Jadi, bagaimana dengan akhir pekanmu?

Wednesday, March 9, 2016

Rendezvous, Pertemuan Lintas Abad



Aku (Matahari) dan Kamu (Bulan) diciptakan bersama.

Tapi tidak ditakdirkan bersatu. Karena itu lebih baik bagi Dunia (Bumi).

Menungggumu berabad waktu adalah siksa.

Namun percayalah tiada yang lebih indah saat jumpa,

ketika  Aku dan Kamu menjadi Kita [Gerhana].




Tiga ratus lima puluh tahun adalah waktu yang begitu lama untuk menunggu sebuah moment terulang kembali pada tempat yang sama. Karena itu, saya tidak ingin melewatkan kesempatan yang mungkin hanya bisa saya lihat sekali seumur hidup saya, yaitu Gerhana Matahari Total yang terjadi  tepatnya Rabu 9 Maret 2016. Berangkat pukul 05.00 pagi, meluncurlah saya ke Planetarium (Taman Ismail Marzuki), dimana disana adalah salah satu tempat di Jakarta yang mengadakan acara untuk melihat peristiwa langka tersebut secara bersama. Setengah jam kemudian saya sampai dan suasana di Planetarium sudah ramai seperti pasar malam. Pihak Planetarium sudah menyiapkan kaca mata gratis khusus untuk melihat gerhana matahari, karena memang tidak disarankan untuk melihatnya dengan mata secara langsung. Saya kemudian bergabung dengan antrian kaca mata yang sudah panjang melingkar-lingkar seperti ular, dan bertemulah saya dengan teman saya yang bernama Ulfa. Baru sekitar sepuluh menit mengantri, petugas mengumumkan kaca matanya sudah habiiiiis..!!  Wooww.. 4.700 kaca mata yang dibagikan sudah habis, kebayang kan orang-orang pada kesini jam berapa. Ternyata mereka ada yang sudah mengantri dari pukul 03:00 pagi, padahal loketnya dibuka pukul 04:30. Yaa.. nasib tidak mendapat kaca mata, padahal saya pengen sekali punya kaca mata itu. Kata teman saya, pakai kaca mata kuda, haha.. (tidak ada ide yang lebih baik kah..). 

Suasana halaman depan Planetarium


Salah satu teleskop di halaman depan Planetarium

Seperti ratusan pengunjung lainnya yang tidak mendapat kaca mata, akhirnya kita berdua menyingkir ke pinggir dan mencari spot yang bagus untuk bisa melihat gerhana matahari. Dari info petugas, kita mendengar ada 8 teleskop yang disediakan pihak Planetarium dan disebar di beberapa titik. Mendapat pencerahan, kita bergegas untuk mencari teleskop karena waktu sudah hampir pukul 06:00. Kita pun menuju teleskop yang berada di halaman depan sembari berharap ada kaca mata yang jatuh (nggak mungkin ya.. hihi..). Suasana di halaman depan sangat ramai karena hampir tiga perempat dari seluruh pengunjung yang hadir kini mengumpul disana. Kita mendekati teleskop yang berada di samping layar yang disediakan untuk pengunjung yang ingin melihat dari layar. Ketika kita sedang berdiri disitu, ada pihak televisi yang sedang mewawancarai beberapa pengunjung dan saya sempat mendengar ada salah satu pengunjung yang datang dari Tapanuli (niat banget..hehe). Merasa halaman depan kurang strategis karena mataharinya terhalang gedung maka saya dan Ulfa memutuskan untuk pindah ke halaman belakang. Ada beberapa teleskop juga yang ditempatkan di sana. Kita pun beranjak menuju ke halaman belakang sambil masih berharap ada kaca mata yang jatuh (masih aja..haha).

Suasana halaman belakang Planetarium
Pengunjung mencari posisi untuk melihat gerhana matahari
Halaman belakang ternyata cukup padat juga dengan pengunjung . Berita bagusnya, mataharinya kelihatan lebih  jelas daripada di halaman depan. Oke, cari posisi. Kita menyusup diantara kerumunan dan menuju salah satu teleskop di sisi kiri. Posisi teleskop sangat strategis dan menghadap matahari langsung. Yee.. akhirnya pencarian berakhir. Dengan senang hati kita berhenti  berharap pada kaca mata, lupakan, bye..bye kaca mata. Tuhan sudah memberi yang lebih baik jreng..jreeng !! Teleskop.

Salah satu teleskop di halaman belakang Planetarium


Menunggu gerhana matahari mulai
Ini pertama kalinya saya melihat objek langit menggunakan teleskop. Ada petugas wanita yang menyetel teleskop agar posisinya tepat untuk melihat gerhana. Lucunya ada ibu-ibu yang kesal dan protes kenapa yang memakai teleskop mbak itu terus, kemudian saya dan Ulfa tertawa sendiri, pastilah ibu itu tidak tahu kalau mbak itu adalah petugas teleskopnya.. ya iyalaahh.. krik krikk.. mari kita antri. Berhubung pengunjung di sekitar teleskop sudah banyak yang punya kaca mata jadinya saya bisa berkesempatan untuk memakai teleskop beberapa kali, dari saat awal matahari tertutup sedikit sampai setengahnya. Beberapa lama kemudian, tiba-tiba langit berubah muram seperti mendung akan hujan. Itulah saat puncak gerhana matahari yang mencapai hampir delapan puluh persen sekitar pukul 07:25. Hembusan angin yang lewat dan suasana yang terasa dingin lumayan membuat merinding juga, jadi mengingatkan akan hari akhir.. Astaghfirullah.. Kalau di daerah yang terkena gerhana matahari total pasti lebih gelap dan terasa lebih seram. Subhanallah.. Maha Besar Allah yang berkuasa atas segala sesuatu.  

Spot melihat gerhana matahari, matahari cerah sekali

Posisi teleskop berada tepat di depan matahari
Karena penasaran, kita kemudian meminjam kaca kepada mata mas-mas di sekitar kita (jangan tanya kenapa kita pinjam kaca mata ke mas-mas bukan mbak-mbak hehe..). Untung mereka pada mau berbagi kaca mata jadinya kita berasa mendapat keberuntungan ganda, sudah melihat pakai teleskop, bisa melihat pakai kaca mata juga. Dengan memakai kaca mata terlihat mataharinya sekarang sudah tertutup hampir tiga perempatnya, seperti bulan sabit. Tapi memang jauh berbeda jika dilihat dengan teleskop, tentu lebih jelas hasilnya.  Gerhana matahari di Jakarta memang gerhana matahari partial, tidak seperti gerhana matahari total yang bisa diamati dari beberapa kota di Indonesia. Walaupun matahari disini tidak tertutup seluruhnya tapi saya sudah puas bisa menyaksikannya sendiri. Beruntung juga bisa dapat photo gerhana matahari dari teleskop. Euphoria warga yang antusias melihat moment langka ini  begitu terasa. Saat pulang saya tidak habis pikir kenapa tidak ada satu pun orang yang membuang kaca matanya yaa.. padahal kan tidak akan juga dipakai lagi, masak mau disimpan semua (haha.. cinta kaca mata bersemi kembali).  

Penampakan gerhana matahari dari teleskop
Photo gerhana matahari dari teleskop
Matahari terlihat seperti bulan sabit

Inilah gerhana matahari , peristiwa langka yang sekarang sudah banyak diabadikan orang. Tidak seperti jaman dulu dimana kalau ada gerhana matahari kita dilarang keluar rumah karena katanya ada raksasa yang sedang menelan matahari.  Menanti gerhana matahari memang harus sabar karena yang sabar itu akhirnya lebih indah (ceileeehh…). Apalah artinya perpisahan jika sudah pasti akan dipertemukan, tentunya pada tempat dan waktu yang tepat (hemm..). Masih beruntung kita dipertemukan dengan matahari setiap hari. Bayangkan jika tidak ada matahari, maka tidak akan ada kehidupan. Masih beruntung juga kita bisa melihat, karena ada banyak orang yang diambil penglihatannya. Masih beruntunglah yang hanya diambil penglihatannya, karena ada orang lain lagi yang hanya bisa bernafas tapi terbaring tak berdaya. Masih beruntung pula orang yang bisa bernafas dan ingin hidup, karena ada orang yang hidup tapi berasa mati. Maka jangan sekali-kali saat masih hidup malah meminta untuk diambil nyawanya, karena ada orang yang begitu besar keinginannya untuk hidup tapi tidak bisa melawan kuasa Allah. Jangankan seperti matahari yang menunggu tiga ratus lima puluh tahun untuk bertemu bulan, mungkin saja Allah tidak akan mempertemukan kita dengan tahun depan, bisa juga bulan depan, minggu depan, besok, bahkan mungkin dalam beberapa jam ke depan. Wallahu alam.. bersyukur.. bersyukur.. bersyukur…. 

Gerhana matahari partial

Walau Aku (Matahari) hanya bisa hadir siang 
dan Kau (Bulan) hanya dapat datang malam,

Tetaplah bersinar, bersama Kita bergantian menerangi dunia.

Membuka pagi , menjadi esok bagi harapan dan

Menutup sore, menjadi masa lalu bagi kekecewaan.

Sampai nanti .. sampai Kita berjumpa lagi.

(Rendezvous__  sebuah pertemuan)